Sabtu, 08 Oktober 2011

APA YANG ANDA KETAHUI TENTANG CREDIT UNION?

APA YANG ANDA KETAHUI TENTANG CREDIT UNION Credit Union (CU), sebuah lembaga mirip arisan. Didirikan di tingkat marginal, oleh sejumlah orang yang mempunyai pemahaman bersama terhadap berbagai hal. Tujuannya murni. Meningkatkan kesejaheraan anggota. Diskusi intens dilakukan, untuk menemukan solusi. Utamanya menyangkut kehidupan mereka. Biasanya, sifatnya non partisan, sehingga tidak ada keengganan mengkritisi maupun memberi saran. Di dalamnya, terdapat persamaan hak. Semua anggota dan pengurus, mempunyai rasa kepemilikan, kendati organisasi dibangun tanpa badan hukum. Dalam menjalankan roda organisasi, lazimnya LSM (lembaga swadaya masyarakat) tampil sebagai pemandu. Wakil Ketua DPRD Kabupaten Dairi Sumatera Utara, Ir. Benpa Hisar Nababan, Kamis (22/7) menjelaskan, CU adalah suatu kekuatan ekonomi baru Indonesia. Diyakini sanggup melawan neo liberalisme. Percaya atau tidak, pertumbuhan perbankan di negeri ini, suatu ekses dari keberhasilan kapitalisme. Boleh jadi banyak warga meraih sukses atas pinjaman bank. Persoalannya, keuntungan bank mayoritas hanya dinikmati oleh manajemen. Bahkan tak heran, pengusaha nakal justru memperdaya pemerintah, dengan mengemplang ragam kewajiban berikut hutang, hingga kas keuangan negara "kisut". Kalaulah ada terapan CD (Community Development atau pemberdayaan masyarakat), persentasenya amat minim dan terkesan hanya mengikuti aturan. Sesungguhnya, CU organisasi benar-benar menjiwai semangat gotong royong atau kebersamaan, sebagaimana pondasi negara ini diletakkan. Mereka diskusi dan menganalisa persoalan yang dihadapi, berikut bersiasat meluluhkan tantangan. Hal itu diikuti pengumpulan dana untuk menggerakkan organisasi sekaligus mengikat sesama anggota. Semakin besar dana, semakin kuatlah CU. Keunggulannya, ketua dan anggota, mempunyai persamaan hak dalam pengambilan keputusan. Semua dikelola secara transparan. Di Indonesia, model sedemikian mulai menunjukkan jati diri. Seantero nusantara, mulai rame oleh credit union. Ikatan persatuan dirasakan sangat tangguh. Ini harus didukung, agar bangsa tidak terjerat oleh neo liberalisme. Awalnya, koperasi memang diharap dapat membentengi ekonomi rakyat. Lantaran lembaga itu diintervensi oknum pemerintah, tujuan murni justru terabaikan. Di samping itu, pengambilan keputusan hanya ada di tangan pengurus. Alhasil, keberadaannya semakin surut. Tidak mungkin lagi perekonomian berlandaskan koperasi, kata Benpa, Ketua DPC PDI Perjuangan yang berobsesi menjadi politisi nasional. Diakuinya, dia kini bergabung dengan sebuah CU dan bersatu mengumpul dana Rp. 25 juta. Pendeta Samuel Sihombing Sekretaris Eksekutif Yayasan Petrasa menjelaskan, koperasi bakal semakin ditinggalkan. Terkesan, koperasi bukan mengarahkan masyarakat menuju kemandirian, namun cenderung memanjakan warga dengan iming-iming bakal memperoleh bantuan. Ketika bantuan itu tiba, pengurus juga pasang jurus sebab pengelolaan tergantung mereka. Anggota belum tentu tahu proposal apa yang diajukan. Untuk mengambil pinjaman misalnya, pengurus punya kuasa besar memutus, apakah si A notabene anggota wajar diberi atau tidak. Berbeda jauh dengan pengelolaan CU. Di sini, semua dibicarakan secara terbuka dan cakupan kerjanya cukup luas. Pendiriannya dimulai dari penyetoran uang pokok semisal Rp. 20 ribu. Selanjutnya, setiap bulan dikenakan kewajiban Rp. 10 ribu, berlanjut pada pertemuan. Ada juga namanya sumbangan sukarela. Semua punya posisi, setara tanpa memandang status. Keanggotaan rata-rata 20 orang. Bila si B hendak mengajukan pinjaman, usul itu dibahas bersama, bukan monopoli pengurus. Demikian bunga uang, setelah perhitungan itu dinikmati bersama, termasuk apakah sepakat dipakai untuk menguatkan modal. Tanpa terasa, seseorang sudah punya uang hingga ratusan ribu. Kekerabatan kian kental, seiring siraman rohani digelar di sana. Jadi bukan ngerumpi atau lempar gossip. Mengingat Kabupaten Dairi konsentrasi di bidang agribisnis, kehadiran CU dipandang sangat strategis, guna pembekalan pengetahuan pertanian. Kini, Yayasan Petrasa membina 91 CU, total peserta 5.560 orang tersebar di 15 kecamatan. Mereka fokus pada pertanian organik. Jelang usia empat tahun, sebanyak Rp. 4 milliar dana terkumpul dari dan untuk petani. Kegigihan itu mulai membuahkan hasil dimana Jerman melirik aktivitas mereka, bagi pengembangan kopi organik kualifikasi ekpor.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar